"Rawon" namanya. Selain irisan daging sapi, sajian kuliner berkuah ini umumnya dipadupadankan dengan daun so, kacang tolo dan tahu.
Entah kenapa sayur itu disebut rawon. Tapi yang pasti, menu khas masyarakat Jawa Timur ini identik dengan kuah berwarna hitam legam alias keling (sebutan yang dipakai masyarakat Jawa Timur-Jawa Tengah bagi siapa saja yang berkulit hitam).
Hitam pada kuah rawon berasal dari kluwak. Hasil pertanian yang dapat digolongkan ke dalam buah-buahan ini punya daging yang berwarna hitam pekat. Daging buah ini adalah bahan yang wajib dipakai dalam pembuatan rawon. Tak akan pernah bisa disebut rawon, jika tak memakai kluwak.
Selain memberikan efek keling, daging kluwak juga menyumbangkan cita rasa gurih. Sumbangsihnya pada kekuatan cita rasa gurih tak kalah dengan santan atau susu. Gurihnya semakin kuat saat berkolaborasi dengan kaldu hasil rebusan daging sapi pada kuah rawon.
Di Jawa Timur, Anda padat dengan mudah menyapa sensasi rasa "sayur rawon". Banyak tenda atau warung makan di tepi jalan yang menjajakannya. Salah satu yang tersohor adalah "rawon" racikan Rumah Makan Nguling.
Lokasinya di Jalan Raya Tambakrejo No. 75, Probolinggo. Konon, distrik makan itu telah menyajikan "rawon" pada para pelanggannya sejak 1940. Bila itu benar, artinya salah satu sajian kuliner khas nusantara ini tergolong usia sepuh (tua). Dan, harus dilestarikan sekaligus segera dipatenkan, sebelum diaku-aku makanan khas negara tetangga.
Sebelumnya, salah satu kesenian tanah Jawa Timur, Reog asal Ponorogo, sempat diklaim sebagai hasil seni kebudayaan bangsa lain.
Beruntung penduduk Jawa Timur, khususnya masyarakat Probolinggo, mempunyai sajian kuliner selezat itu. Sekian lama, mereka bisa dengan mudah menikmati kelezatan "rawon" yang begitu menggoda selera.
Tapi sekarang, keberuntungan itu tak hanya berpihak pada mereka. "Si Keling" itu kini juga berpetualang ke ibu kota nusantara.
Tepatnya, di Jalan Cikajang No. 49, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, "Si Keling (julukan bagi sesuatu yang berwarna hitam)" dari kampung itu menetap di kota megapolitan, ibu kota nusantara. Itu buntut dari Rumah Makan Nguling di Probolinggo yang membuka cabang di Jakarta.
Tapi sayangnya, kuah "rawonnya" tak sehitam di Probolinggo. Itu lantaran komposisi kluwak pada "rawon" dikurangi. Namun, semburat hitam masih nampak di antara kuahnya yang mayoritas merah.
Kendati tak "keling" betul, namun gurihnya kuah "rawon" masih kental terasa. Tetap menggoda selera. Pasalnya, kuah rawon yang diracik koki Rumah Makan Nguling di Jakarta Selatan sarat kaldu. Tak sembarang kaldu.
Pemilik Nguling di Jakarta menambahkan dengkul sapi, selain daging, guna mendapatkan kaldu yang istimewa. Otomatis, sari-sari sumsum di dalam dengkul sapi bakal memperkuat cita rasa kuah "rawon". Belum lagi sari-sari daging sekalian lemak dan serat otot yang sedikit masih lekat di dengkul sapi, rasa kaldu dijamin akan bertambah kuat.
Ketika menyantap "rawon" ini, rasa guruh sudah pasti. Sensasi rasa segar akan segera menonjok jika Anda tambahkan air perasan jeruk nipis. Rasa krenyes bakal Anda peroleh jika mau menambahkan kecambah mentah.
Kecambah mentah adalah salah satu ciri khas pelengkap menyantap "rawon".
Tekstur daging, sedikit lemak dan uratnya terasa empuk betul. Tak ada bau amis. Yang tinggal hanya kelezatan. Silakan menikmati.
Entah kenapa sayur itu disebut rawon. Tapi yang pasti, menu khas masyarakat Jawa Timur ini identik dengan kuah berwarna hitam legam alias keling (sebutan yang dipakai masyarakat Jawa Timur-Jawa Tengah bagi siapa saja yang berkulit hitam).
Hitam pada kuah rawon berasal dari kluwak. Hasil pertanian yang dapat digolongkan ke dalam buah-buahan ini punya daging yang berwarna hitam pekat. Daging buah ini adalah bahan yang wajib dipakai dalam pembuatan rawon. Tak akan pernah bisa disebut rawon, jika tak memakai kluwak.
Selain memberikan efek keling, daging kluwak juga menyumbangkan cita rasa gurih. Sumbangsihnya pada kekuatan cita rasa gurih tak kalah dengan santan atau susu. Gurihnya semakin kuat saat berkolaborasi dengan kaldu hasil rebusan daging sapi pada kuah rawon.
Di Jawa Timur, Anda padat dengan mudah menyapa sensasi rasa "sayur rawon". Banyak tenda atau warung makan di tepi jalan yang menjajakannya. Salah satu yang tersohor adalah "rawon" racikan Rumah Makan Nguling.
Lokasinya di Jalan Raya Tambakrejo No. 75, Probolinggo. Konon, distrik makan itu telah menyajikan "rawon" pada para pelanggannya sejak 1940. Bila itu benar, artinya salah satu sajian kuliner khas nusantara ini tergolong usia sepuh (tua). Dan, harus dilestarikan sekaligus segera dipatenkan, sebelum diaku-aku makanan khas negara tetangga.
Sebelumnya, salah satu kesenian tanah Jawa Timur, Reog asal Ponorogo, sempat diklaim sebagai hasil seni kebudayaan bangsa lain.
Beruntung penduduk Jawa Timur, khususnya masyarakat Probolinggo, mempunyai sajian kuliner selezat itu. Sekian lama, mereka bisa dengan mudah menikmati kelezatan "rawon" yang begitu menggoda selera.
Tapi sekarang, keberuntungan itu tak hanya berpihak pada mereka. "Si Keling" itu kini juga berpetualang ke ibu kota nusantara.
Tepatnya, di Jalan Cikajang No. 49, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, "Si Keling (julukan bagi sesuatu yang berwarna hitam)" dari kampung itu menetap di kota megapolitan, ibu kota nusantara. Itu buntut dari Rumah Makan Nguling di Probolinggo yang membuka cabang di Jakarta.
Tapi sayangnya, kuah "rawonnya" tak sehitam di Probolinggo. Itu lantaran komposisi kluwak pada "rawon" dikurangi. Namun, semburat hitam masih nampak di antara kuahnya yang mayoritas merah.
Kendati tak "keling" betul, namun gurihnya kuah "rawon" masih kental terasa. Tetap menggoda selera. Pasalnya, kuah rawon yang diracik koki Rumah Makan Nguling di Jakarta Selatan sarat kaldu. Tak sembarang kaldu.
Pemilik Nguling di Jakarta menambahkan dengkul sapi, selain daging, guna mendapatkan kaldu yang istimewa. Otomatis, sari-sari sumsum di dalam dengkul sapi bakal memperkuat cita rasa kuah "rawon". Belum lagi sari-sari daging sekalian lemak dan serat otot yang sedikit masih lekat di dengkul sapi, rasa kaldu dijamin akan bertambah kuat.
Ketika menyantap "rawon" ini, rasa guruh sudah pasti. Sensasi rasa segar akan segera menonjok jika Anda tambahkan air perasan jeruk nipis. Rasa krenyes bakal Anda peroleh jika mau menambahkan kecambah mentah.
Kecambah mentah adalah salah satu ciri khas pelengkap menyantap "rawon".
Tekstur daging, sedikit lemak dan uratnya terasa empuk betul. Tak ada bau amis. Yang tinggal hanya kelezatan. Silakan menikmati.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar